Bulan Romadlon adalah satu
bulan yang sangat dinanti-nanti oleh semua muslim tiap tahun. Sangat banyak
keutamaan di bulan ini dibanding dengan bulan lainnya. Namun di sini yang akan
saya bahas bukan mengenai bulan Romadlonnya, tapi mengenai lafadz niat
puasanya. Bukan mempermasalahkan “niat yang dilafadzkan”, tapi lebih pada
koreksi nahwu pada pelafadzan niatnya. Mungkin mengenai “niat yang dilafadzkan”
bisa dibaca di artikel saya yang lain. Khusus untuk artikel ini mari kita
diskusikan tentang lafadz niat puasa terlepas dari itu bid’ah
atau tidak. Tentu yang akan saya bahas adalah lafadz niat yang populer
dan berkembang di masyarakat awam.
Sesungguhnya lafadz niat itu
tidak ada patokannya karena niat bukan pada mulut tapi pada hati. Oleh karena
itu pada artikel ini saya batasi niat yang akan dibahas, yaitu niat puasa yang
biasa diucapkan secara berjama’ah setelah jama’ah sholat tarawih pada
masyarakat awam. Sering saya (mungkin kita) jumpai lafadz niat puasa yang populer
adalah sebagaimana yang tertulis di bawah ini:
نويتُ
صوم غدٍ عن اداءِ فرضِ شهرِ رمضانَ هذهِ السنة فرضا لله تعالى
Terdengar bahwa pada lafadz
ROMADLON huruf NUN dibaca FATHAH sehingga menjadi ROMADLONA. Di sinilah
terdapat kejanggalan. Dimana letak kejanggalannya?, mari kita preteli satu
per satu. Lafadz ROMADLON termasuk Isim Ghoiru Munshorif (atau Isim
La Yunshorif), yaitu Isim yang tidak bisa menerima tanwin.
Apa saja sih isim yang tidak bisa menerima tanwin itu?,
coba dibuka-buka “Mutammimah”nya lagi, di sana dijelaskan dengan nadlom
IJMA’ WAZIN ‘ADILAN ANITS BI MA’RIFATIN # ROKIB WAZID 'UJMATAN FAL WASHFU QOD KAMULA.
Oke kita kembali lagi pada lafadz
ROMADLON. Ya, ROMADLON termasuk Isim Ghoiru Munshorif yang pada
kalimat itu ia menjadi Mudlof Ilaih lafadz SYAHRI, oleh karena menjadi Mudlof
Ilaih maka ROMADLON dii’robi Jer. Emm lalu dimana letak
kejanggalannya?, bukannya memang qoidah nahwu mengatakan bahwa Isim
Ghoiru Munshorih ketika berada pada I’rob Jer ditandai dengan Fathah??,
sehingga benar kalau lafadz ROMADLON dibaca ROMADLONA?.
Coba kita lihat lagi pada kalimat
di atas, ROMADLON selain sebagai Mudlof Ilaih dari lafadz SYAHRI ia juga
sebagai Mudlof dari lafadz HADZIHI. Ya, di sana HADZIHI fi mahalli
jarrin karena berposisi sebagai Mudlof Ilaih, itu bisa dilihat dari lafadz
dibelakangnya yaitu ASSANATI yang dibaca kasroh sebagai tanda bahwa dia dii’robi
Jer. Lafadz ASSANATI dibaca Jer karena ia sebagai Musyar Ilaih
harus mengikuti I’rob dari Isim Isyaroh yang menempelnya,
yaitu HADZIHI. Oke, kita kembali ke lafadz ROMADLON, ternyata selain sebagai
Mudlof Ilaih lafadz ROMADLON juga berposisi sebagai Mudlof. Kita buka
lagi “Alfiyah Ibn Malik” pada bait ke 43 (insyaallah) kurang lebih mengatakan
وَ
جُرَّ بِالفتحة ما لايَنْصَرِفْ # مالَمْ
يُضَفْ اَوْ يَكُ بعد أَلْ رَدِفْ
Maksudnya, Isim Ghoiru
Munshorif dii’robi Jer dengan meggunakan tanda fathah
selagi dia tidak menjadi Mudof atau tidak dimasuki Alif Lam.
Sebagai contoh lafadz AHMAD adalah Isim Ghoiru Munshorif
(karena ikut wazan fi’il), ketika lafadz AHMAD dibaca Jer
maka ditandai dengan fathah dibaca AHMADA (contoh: مرَرْتُ بِأحْمَدَ),
namun ketika lafadz AHMAD dibaca Jer tetapi berposisi menjadi Mudlof
maka ditandai dengan kasroh dibaca AHMADI (contoh: بِأحْمَدِك مرَرْتُ),
begitu juga ketika dimasuki Alif Lam (contoh: بِلْأحْمَدِ مرَرْتُ).
Dari keterangan tersebut, maka
seharusnya lafadz ROMADLON dibaca ROMADLONI dengan alasan “karena dia Isim
Ghoiru Munshorif yang dibaca Jer dan berposisi menjadi Mudlof”. Sehingga
niat puasa Romadlon menjadi:
نويتُ صوم غدٍ عن أداءِ فرضِ شهرِ رمضانِ هذهِ السنةِ فرضا لله تعالى
نويتُ صوم غدٍ عن أداءِ فرضِ شهرِ رمضانِ هذهِ السنةِ فرضا لله تعالى
Terlepas dari itu, yang namanya niat adalah di hati bukan di mulut. Maka walupun pelafadzannya salah tapi niat di hati benar ya tidak menjadi masalah, itu yang paling penting.
No comments:
Post a Comment