Saturday 11 August 2012

Ada Yang Janggal Dengan Niat Puasa Romadlon


Bulan Romadlon adalah satu bulan yang sangat dinanti-nanti oleh semua muslim tiap tahun. Sangat banyak keutamaan di bulan ini dibanding dengan bulan lainnya. Namun di sini yang akan saya bahas bukan mengenai bulan Romadlonnya, tapi mengenai lafadz niat puasanya. Bukan mempermasalahkan “niat yang dilafadzkan”, tapi lebih pada koreksi nahwu pada pelafadzan niatnya. Mungkin mengenai “niat yang dilafadzkan” bisa dibaca di artikel saya yang lain. Khusus untuk artikel ini mari kita diskusikan tentang lafadz niat puasa terlepas dari itu bid’ah atau tidak. Tentu yang akan saya bahas adalah lafadz niat yang populer dan berkembang di masyarakat awam.

Sesungguhnya lafadz niat itu tidak ada patokannya karena niat bukan pada mulut tapi pada hati. Oleh karena itu pada artikel ini saya batasi niat yang akan dibahas, yaitu niat puasa yang biasa diucapkan secara berjama’ah setelah jama’ah sholat tarawih pada masyarakat awam. Sering saya (mungkin kita) jumpai lafadz niat puasa yang populer adalah sebagaimana yang tertulis di bawah ini:
نويتُ صوم غدٍ عن اداءِ فرضِ شهرِ رمضانَ هذهِ السنة فرضا لله تعالى

Terdengar bahwa pada lafadz ROMADLON huruf NUN dibaca FATHAH sehingga menjadi ROMADLONA. Di sinilah terdapat kejanggalan. Dimana letak kejanggalannya?, mari kita preteli satu per satu. Lafadz ROMADLON termasuk Isim Ghoiru Munshorif (atau Isim La Yunshorif), yaitu Isim yang tidak bisa menerima tanwin. Apa saja sih isim yang tidak bisa menerima tanwin itu?, coba dibuka-buka “Mutammimah”nya lagi, di sana dijelaskan dengan nadlom IJMA’ WAZIN ‘ADILAN ANITS BI MA’RIFATIN # ROKIB WAZID 'UJMATAN FAL WASHFU QOD KAMULA.

Oke kita kembali lagi pada lafadz ROMADLON. Ya, ROMADLON termasuk Isim Ghoiru Munshorif yang pada kalimat itu ia menjadi Mudlof Ilaih lafadz SYAHRI, oleh karena menjadi Mudlof Ilaih maka ROMADLON dii’robi Jer. Emm lalu dimana letak kejanggalannya?, bukannya memang qoidah nahwu mengatakan bahwa Isim Ghoiru Munshorih ketika berada pada I’rob Jer ditandai dengan Fathah??, sehingga benar kalau lafadz ROMADLON dibaca ROMADLONA?.

Coba kita lihat lagi pada kalimat di atas, ROMADLON selain sebagai Mudlof Ilaih dari lafadz SYAHRI ia juga sebagai Mudlof dari lafadz HADZIHI. Ya, di sana HADZIHI fi mahalli jarrin karena berposisi sebagai Mudlof Ilaih, itu bisa dilihat dari lafadz dibelakangnya yaitu ASSANATI yang dibaca kasroh sebagai tanda bahwa dia dii’robi Jer. Lafadz ASSANATI dibaca Jer karena ia sebagai Musyar Ilaih harus mengikuti I’rob dari Isim Isyaroh yang menempelnya, yaitu HADZIHI. Oke, kita kembali ke lafadz ROMADLON, ternyata selain sebagai Mudlof Ilaih lafadz ROMADLON juga berposisi sebagai Mudlof. Kita buka lagi “Alfiyah Ibn Malik” pada bait ke 43 (insyaallah) kurang lebih mengatakan
وَ جُرَّ بِالفتحة ما لايَنْصَرِفْ #  مالَمْ يُضَفْ اَوْ يَكُ بعد أَلْ رَدِفْ

Maksudnya, Isim Ghoiru Munshorif dii’robi Jer dengan meggunakan tanda fathah selagi dia tidak menjadi Mudof atau tidak dimasuki Alif Lam. Sebagai contoh lafadz AHMAD adalah Isim Ghoiru Munshorif (karena ikut wazan fi’il), ketika lafadz AHMAD dibaca Jer maka ditandai dengan fathah dibaca AHMADA (contoh: مرَرْتُ بِأحْمَدَ), namun ketika lafadz AHMAD dibaca Jer tetapi berposisi menjadi Mudlof maka ditandai dengan kasroh dibaca AHMADI (contoh:   بِأحْمَدِك مرَرْتُ), begitu juga ketika dimasuki Alif Lam (contoh: بِلْأحْمَدِ مرَرْتُ).

Dari keterangan tersebut, maka seharusnya lafadz ROMADLON dibaca ROMADLONI dengan alasan “karena dia Isim Ghoiru Munshorif yang dibaca Jer dan berposisi menjadi Mudlof”. Sehingga niat puasa Romadlon menjadi:

نويتُ صوم غدٍ عن أداءِ فرضِ شهرِ رمضانِ هذهِ السنةِ فرضا لله تعالى

Terlepas dari itu, yang namanya niat adalah di hati bukan di mulut. Maka walupun pelafadzannya salah tapi niat di hati benar ya tidak menjadi masalah, itu yang paling penting.

No comments:

Post a Comment

Bagikan Halaman Ini

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More