My Family

Inilah Keluarga Kecilku di Surabaya

Puisi Gus Mus

Kau Ini Bagaimana Atau Aku Harus Bagaimana

Ma Lii Habibun Siwa Muhammad

Aku Mencintai-Mu Tanpa Ku Tahu Siapa Diri-Mu

Tak Kan Terganti

Alunan Simfoni yang Sebenarnya Aku Tak Ingin Mendengarkan Lanjutannya

Friday 23 June 2017

Ramadan Pertama Sebagai Suami

0 comments

Semenjak hari pernikahanku dan istri, hari-hari berjalan sebagaimana seharusnya berjalan. Segalanya berjalan seperti angin yang setiap saat memang harus bergerak menuruti titah Tuhannya. Bahkan untuk sekedar memikirkan merencanakan segala sesuatunya setelah pernikahan saja, kami belum melakukannya. Hingga tiba pada saatnya aku harus mengikuti arah angin ke ibukota.

Ini adalah perantauan kedua dari kota yang telah menempa hidupku. Namun, kali ini berbeda, jasadku telah menjadi dua. Aku harus memikirkan keduanya.

Hari demi hari ku jalani biasa saja, sama seperti sebelum menikah. Hanya satu yang berbeda: istriku. Istriku adalah aku dalam wujud yang lain. Istriku penuh perencanaan. Dia terbiasa mencatat daftar kegiatan apa saja yang harus dilakukannya. Sama sekali berbeda denganku. Namun, aku tahu, dia memang dikirim Tuhannya untuk melengkapi segala yang tak ada padaku.

Tuesday 20 June 2017

Hidup Adalah Pendakian

0 comments

Pada bulan yang mulia ini, rasa-rasanya para pengguna medsos tak juga mengendurkan urat sarafnya. Saling hina-menghina satu sama lain masih tetap berlanjut sebagaimana sebelumnya. Saling caci mencaci juga tak berkurang sedikitpun, masih ada saja hewan-hewan berkeliaran di medsos.

Dulu, saat trayek saya masih sebatas kamar pesantren – masjid – toilet, rasanya hidup tak serumit sekarang ini. Meski doktrin Al-Qur’an dan Hadits hampir tiap hari masuk di telinga saya, tak pernah sekalipun Kiai saya memberikan contact person makelar surga. “Surga dan neraka adalah makhluk, sama seperti kita”, kata Kiai saya.

Kalau boleh saya memberikan analogi, hidup adalah mendaki gunung. Dari kaki gunung, tujuan pendakian kita adalah puncak gunung. Meski puncak gunung hanya ada satu, tetapi untuk menujunya, tak bisa dipungkiri, ada banyak jalan. Kita bisa terus yakin bahwa jalur kita adalah jalur yang benar, tapi kita tidak bisa menyalahkan saudara-saudara kita yang mendaki lewat jalur lain. Kenapa? Karena kita hanya sebatas membawa keyakinan masing-masing. Kita belum memastikan sendiri bahwa jalur yang kita lalui memang benar jalur yang mengantarkan kita pada puncak gunung.

Bagikan Halaman Ini

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More