Thursday 4 October 2012

Memperingati 1000 Hari Wafatnya Guru Bangsa


Tepat seminggu yang lalu ku ikuti kaki ini melangkah menuju impian kecilnya. Kala itu hari Kamis bertepatan dengan tanggal 27 September 2012. Terik matahari begitu menyengat saat aku keluar dari tempat dimana biasanya aku tinggal. Siang hari memang. Ketika itu kakiku mulai merealisasikan rencana yang sudah satu minggu sebelumnya dicatat. Dengan semangat yang sangat membuncah, ku lewati jalan Surabaya-Jombang dngan menaiki bis. Singkat cerita pukul 20.00 sampailah aku beserta penumpang bis lainnya di kotanya Ponari. Kanan kiri jalan sudah mulai terlihat suasana ramai kota Jombang. Memang, hari itu adalah 1000 hari wafatnya Al Maghfur Lah Gus Dur yang diperingati di Ciganjur dan di Makam beliau di Tebuireng. 

Sudah kuduga sebelumnya, jalanan Jombang menuju Tebuireng ditutup karena banyaknya pengunjung yang menyempatkan hadir dalam peringatan tersebut. Ya sudahlah, akhirnya sopir membelokkan ke jalan alternatif. Sebagai gantinya, aku harus turun dan melanjutkan perjanan dengan jalan kaki. Tidak hanya aku, ternyata dalam bis tersebut juga ada beberapa orang yang satu tujuan denganku. Akhirnya kami berjalan bersama. Tak disangka, ternyata di tengah perjalanan sebuah motor yang memiliki bak di belakangnya berhenti menghampiri kami. Alhamdulillah.. Kami diantarkan sampai pada keramaian pengunjung. Dari situ langsung kupacu kakiku untuk bergegas masuk ke dalam komplek pondok. Dengan berjejal-jejalan akhirnya aku berhasil masuk ke pondok, dan akhirnya juga bisa masuk ke komplek makam. Alhamdulillah lagi...:)

Sampai di situ, pidato ternyata sudah dimulai. Gus Sholah membuka semua pidato, kemudian dilanjutkan Gus Umar, Pak Tholhah, dan Mbah Maimun. Super sekali, keempat-empatnya menyampaikan isi pidato sesuai dengan kapasitas masing-masing.

Gus Sholah (Sholahuddin Wahid) sebagai adik kandung Gus Dur menceritakan bagaimana sifat Gus Dur yang pemberani itu. Beliau menilai keberanian Gus Dur tak dimiliki orang lain. Saat semuanya hanya bisa diam melihat rezim orde baru menguasai negeri ini, Gus Dur tampil sebagai penentang kebijakan-kebijakan pemerintah. Gus Umar (dr. Umar Wahid) sebagai adik kandung Gus Dur sekaligus sebagai salah satu dokter yang merawat Gus Dur bercerita tentang hebatnya Gus Dur dalam menjalani sakitnya yang bertahun-tahun itu. "Dalam sakitnya, Gus Dur tidak pernah mengeluh", kata beliau. Gus Umar juga menceritakan kronologi wafatnya Gus Dur mulai dari saat Gus Dur meminta main ke Rembang (kediaman Gus Mus) dan Jombang hingga saat hari terakhirnya. Beliau bercerita bahwa seminggu sebelum hari wafatnya Gus Dur dalam lawatannya ke Rembang dan Jombang seakan sudah ijin kepada semuanya bahwa Kamis besok beliau akan ke Jombang lagi, yang belakangan diketahui bahwa itulah hari terakhirnya.

Tidak hanya dari pihak keluarga, Pak Tholhah yang merupakan kawan kecil Gus Dur saat masih mondok di Tebuireng sekaligus Menteri Agama RI saat Gus Dur menjabat presiden, juga menceritakan hal-hal yang menarik. Beliau menganggap bahwa Gus Dur memiliki 3 sifat yang seharusnya dimiliki pemimpin, yang kemudian beliau paparkan satu per satu. Selain itu beliau juga bercerita saat beliau ditelpon Gus Dur untuk datang ke Jakarta 2 hari lagi guna dilantik menjadi Menteri Agama. Beliau ceritakan saat itu Gus Dur meminta agar nanti ke Jakarta membawa jas dan celana sendiri untuk pelantikan karena Gus Dur tidak menyediakan seragam untuk kabinetnya. Hehe.. Begitu sederhananya Gus Dur. Singkatnya, dalam kesempatan itu beliau menceritakan kejadian-kejadian selama bekerjasama dengan Gus Dur dalam kabinet, seperti kasus poso, pengakuan terhadap tionghoa, dan lain-lain. Selanjutnya, peringatan ini ditutup oleh mau’idloh dari Mbah Maimun. Dengan gaya yang khas beliau menjelaskan suatu ayat dari Al Qur’an yang menerangkan tentang pembaruan-pembaruan dalam Islam. Intinya Islam itu tidak statis, karena yang dipakai dalam Al Qur’an untuk menerangkan hal itu adalah fi’il mudlori’ yang memiliki faidah istimror dan tajaddud. Dan menurut beliauGus Dur termasuk salah satu dari pembaharu-pembaharu itu.

Begitulah ceritaku seputar peringatan 1000 hari wafatnya Gus Dur. Sangat menyenangkan sekali satu malam di Tebuireng... :)

2 comments:

  1. keinget waktu pinjem novelmu, eh ko ada catetannnya ttg gusdur hehehehe

    ReplyDelete

Bagikan Halaman Ini

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More