Pada bulan yang mulia ini, rasa-rasanya para pengguna medsos tak juga mengendurkan urat sarafnya. Saling hina-menghina satu sama lain masih tetap berlanjut sebagaimana sebelumnya. Saling caci mencaci juga tak berkurang sedikitpun, masih ada saja hewan-hewan berkeliaran di medsos.
Dulu, saat trayek saya masih sebatas kamar pesantren – masjid – toilet, rasanya hidup tak serumit sekarang ini. Meski doktrin Al-Qur’an dan Hadits hampir tiap hari masuk di telinga saya, tak pernah sekalipun Kiai saya memberikan contact person makelar surga. “Surga dan neraka adalah makhluk, sama seperti kita”, kata Kiai saya.
Kalau boleh saya memberikan analogi,
hidup adalah mendaki gunung. Dari kaki gunung, tujuan pendakian kita adalah
puncak gunung. Meski puncak gunung hanya ada satu, tetapi untuk menujunya, tak
bisa dipungkiri, ada banyak jalan. Kita bisa terus yakin bahwa jalur kita
adalah jalur yang benar, tapi kita tidak bisa menyalahkan saudara-saudara kita
yang mendaki lewat jalur lain. Kenapa? Karena kita hanya sebatas membawa
keyakinan masing-masing. Kita belum memastikan sendiri bahwa jalur yang kita
lalui memang benar jalur yang mengantarkan kita pada puncak gunung.
Kelak, saat kita memang sudah sampai di
puncak gunung, dan memastikan sendiri bahwa saudara kita yang mendaki dari
jalur lain memang tidak sampai di puncak, silakan, silakan saling caci sepuas-puasnya
di akun medsos masing-masing.
“Kalau surga dan neraka adalah makhluk,
sama dengan kita, lantas apa yang seharusnya menjadi tujuan kita?”, tanya Kiai
saya pada para santri.
“Tujuan hidup kita adalah dzat yang mencipta surga dan neraka itu,
yaitu dzat yang juga mencipta kita
semua”, jawab Kiai pada pertanyaannya sendiri.
Poro
rawuh sedoyo, menjalani agama itu tak serumit
segala sesuatu pascapilkada DKI. Apa yang menjadi keyakinanmu jalanilah dengan
sebenar-benarnya keyakinan, tanpa harus memandang hina orang lain yang tak
sekeyakinan denganmu. Kalau kita mengakui bahwa Tuhan itu hanya satu, kenapa
kita susah mengakui bahwa saudara-saudara kita itu juga ciptaan dari Tuhan yang
menciptakan kita.
Singkatnya, mari kita sama-sama mendaki gunung melalui jalur yang
kita yakini benar, tanpa harus mencaci saudara kita yang mendaki melalui jalur
lain yang tentunya juga meyakini jalur mereka benar, sama seperti kita. Tak
percaya?, tanyakan pada diri kalian sendiri, kalian juga yakin sekali kalau kalian
ganteng sama seperti saya.
Terakhir, harapan kita semua, semoga kita bertemu dengan semua
saudara kita di perempatan jalan dan bersama-sama mendaki menuju puncak gunung.
Kita bersama-sama menuju Tuhan.
No comments:
Post a Comment