Friday, 18 November 2022

Tumbuhlah Sebagai Pecinta, Anakku

Hanin, semenjak di dalam kandungan, Ibumu tidak merasakan payah sebagaimana yang telah dia rasakan pada kehamilan-kehamilan sebelumnya. Ya, Ibumu telah hamil 3 kali sebelumnya. Kakakmu, Mas Ubab, adalah kehamilan yang ketiga, setelah dua kehamilan sebelumnya keguguran. Penantian dua tahun pertama yang telah melewati berbagai ikhtiyar, akhirnya terbayarkan saat mendapat kabar bahwa Ibumu mendapatkan kehamilannya yang pertama. Hingga akhirnya kehamilan ibumu mengalami keguguran sampai dua kali. Pada saat itulah, Tuhan menunjukkan kasih sayangNya dengan mengirimkan kakakmu di tengah-tengah keluarga ini. Kakakmu Ubab adalah manifestasi Jamaliyyah-Nya.

Adanya Ubab kami anggap sebagai wujud belas kasih Tuhan, sehingga kami tidak terpikirkan kalau akan diberikan amanah lagi untuk kedua kalinya. Hanin, anakku, kelahiranmu adalah bukti kedigdayaaan Tuhan. Engkau adalah manifestasi Jalaliyyah-Nya. Tuhan menunjukkan keperkasaan-Nya di saat hambanya tidak merengek untuk diberi ini itu.

Engkau lahir di Tanah Pahlawan, di mana Bapak dan Ibumu menempuh pendidikan empat tahunnya. Di kota itulah Bapak dan Ibumu bertemu untuk yang pertama kali, 12 tahun sebelum kelahiranmu.

Pagi itu, di penghujung Romadlon 1442, Ibumu masih sempat makan sahur sebelum berangkat ke Rumah Sakit. Di sepanjang perjalanan hingga mengantarkan Ibumu ke ruang bersalin, ucapan sholawat tak henti-hentinya ku lantunkan, memohon pertolongan kepada kekasih-Nya untuk memintakan kemudahan dalam kelahiranmu. Sayangnya, masa itu adalah masa pandemi, aku tidak diperkenankan menemani Ibumu memperjuangkan kelahiranmu. Aku pergi ke Musholla untuk melaksanakan sholat Shubuh dan merapalkan doa apa saja yang bisa ku rapalkan. Setelah shubuh, tanggal 11 Mei 2021, di penghujung Romadhon, tangismu menandai awal perjalananmu di dunia fana ini. Alhamdulillah Alhamdulillah, hanya pujian kepadaNya yang bisa aku ucapkan.

Setelah kau bersih dan nampak hangat, aku dipanggil ke ruanganmu untuk melihat pipi merahmu pertama kali. Aku mengenalkanmu Tuhan dan kekasihNya di kedua telingamu. Kelak kamu akan mencari jalan menujuNya.

Saat itu ku namai engkau Hanin Ulil Afidah. Sama seperti kakakmu, kami ingin melihatmu tumbuh sebagai pecinta, bukan pembenci. Jika Farhad (nama depan kakakmu) adalah tokoh pecinta dari sastra Persia “Khosrow and Shirin” karya Nizami Ganjavi, Hanin adalah karya sastra lokal karya Kyai Musthofa Bisri. Namamu adalah kerinduan, dalam bahasa aslinya. Karya “Hanin” Gus Mus adalah sajak-sajak cinta yang sejatinya tertuju pada Sang Maha Cinta.

Ulil Afidah memiliki susunan kata yang sama dengan Ulil Albab (nama belakang kakakmu). Jika Albab adalah bentuk plural dari kata Lubb: lapisan hati terdalam, Afidah adalah bentuk plural dari kata Fuad: lapisan setelah Bashiroh dan Dlomir. “Maa kadzabal fuadu maa ra-aa”, Fuad adalah hakim yang selalu jujur, tidak bisa disuap. Saat dirimu salah, hakim di dunia mungkin saja bisa membenarkanmu, tetapi fuadmu akan selalu mengatakan bahwa kamu salah. Kelak akan Bapak jelaskan lapisan-lapisan hati ini kepadamu.

Bapak dan Ibumu selalu mengharapkan kamu dan kakakmu menjadi seorang salik yang penuh cinta, penuh kelembutan di dalam hati. Kami akan selalu menemani kalian dalam perjalanan sunyi di dunia yang penuh hingar bingar ini. Tentu, Tuhanmu telah menyiapkan semestamu. Dia telah menghitung beban demi beban setiap garis yang akan kamu lalui. Tempuhlah rute yang telah disiapkan, dan biarkan kami menemani suka dukamu dalam menghadapi zaman. Jadilah pecinta di jalanmu, Nak.

Hanin, anakku, Ibumu sering menyebutmu wonder girl karena karaktermu. Kamu adalah sumber kekuatannya semenjak di dalam kandungan. Meski kamu lebih senang bermain sendiri daripada berkumpul dengan teman-temanmu, kelak ijinkanlah Bapak, Ibu, dan kakakmu ini menjadi kawanmu dalam menempuh jalanmu. Jika kelak kamu butuh bahu untuk bersandar, akan ku siapkan kedua bahuku untuk membuatmu nyaman. Jika kamu butuh teman cerita, percayalah, Ibumu adalah pendengar terbaik segala ceritamu. Kalau kamu ingin tahu siapa yang selalu menyayangimu saat kecil, selalu ingin memelukmu saat kau tidur, selalu mengecup keningmu, kakakmu adalah jawaban.

Tumbuhlah dengan penuh cinta dalam menjalani titah Tuhanmu, Nak.

No comments:

Post a Comment

Bagikan Halaman Ini

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More