Hanin, semenjak di dalam kandungan, Ibumu tidak merasakan payah sebagaimana yang telah dia rasakan pada kehamilan-kehamilan sebelumnya. Ya, Ibumu telah hamil 3 kali sebelumnya. Kakakmu, Mas Ubab, adalah kehamilan yang ketiga, setelah dua kehamilan sebelumnya keguguran. Penantian dua tahun pertama yang telah melewati berbagai ikhtiyar, akhirnya terbayarkan saat mendapat kabar bahwa Ibumu mendapatkan kehamilannya yang pertama. Hingga akhirnya kehamilan ibumu mengalami keguguran sampai dua kali. Pada saat itulah, Tuhan menunjukkan kasih sayangNya dengan mengirimkan kakakmu di tengah-tengah keluarga ini. Kakakmu Ubab adalah manifestasi Jamaliyyah-Nya.
Adanya
Ubab kami anggap sebagai wujud belas kasih Tuhan, sehingga kami tidak
terpikirkan kalau akan diberikan amanah lagi untuk kedua kalinya. Hanin,
anakku, kelahiranmu adalah bukti kedigdayaaan Tuhan. Engkau adalah manifestasi Jalaliyyah-Nya.
Tuhan menunjukkan keperkasaan-Nya di saat hambanya tidak merengek untuk diberi
ini itu.
Engkau
lahir di Tanah Pahlawan, di mana Bapak dan Ibumu menempuh pendidikan empat
tahunnya. Di kota itulah Bapak dan Ibumu bertemu untuk yang pertama kali, 12
tahun sebelum kelahiranmu.
Pagi itu, di penghujung Romadlon 1442, Ibumu masih sempat makan sahur sebelum berangkat ke Rumah Sakit. Di sepanjang perjalanan hingga mengantarkan Ibumu ke ruang bersalin, ucapan sholawat tak henti-hentinya ku lantunkan, memohon pertolongan kepada kekasih-Nya untuk memintakan kemudahan dalam kelahiranmu. Sayangnya, masa itu adalah masa pandemi, aku tidak diperkenankan menemani Ibumu memperjuangkan kelahiranmu. Aku pergi ke Musholla untuk melaksanakan sholat Shubuh dan merapalkan doa apa saja yang bisa ku rapalkan. Setelah shubuh, tanggal 11 Mei 2021, di penghujung Romadhon, tangismu menandai awal perjalananmu di dunia fana ini. Alhamdulillah Alhamdulillah, hanya pujian kepadaNya yang bisa aku ucapkan.
Setelah
kau bersih dan nampak hangat, aku dipanggil ke ruanganmu untuk melihat pipi
merahmu pertama kali. Aku mengenalkanmu Tuhan dan kekasihNya di kedua
telingamu. Kelak kamu akan mencari jalan menujuNya.
Saat
itu ku namai engkau Hanin Ulil Afidah. Sama seperti kakakmu, kami ingin
melihatmu tumbuh sebagai pecinta, bukan pembenci. Jika Farhad (nama depan
kakakmu) adalah tokoh pecinta dari sastra Persia “Khosrow and Shirin” karya
Nizami Ganjavi, Hanin adalah karya sastra lokal karya Kyai Musthofa Bisri.
Namamu adalah kerinduan, dalam bahasa aslinya. Karya “Hanin” Gus Mus adalah
sajak-sajak cinta yang sejatinya tertuju pada Sang Maha Cinta.
Ulil
Afidah memiliki susunan kata yang sama dengan Ulil Albab (nama belakang
kakakmu). Jika Albab adalah bentuk plural dari kata Lubb: lapisan
hati terdalam, Afidah adalah bentuk plural dari kata Fuad:
lapisan setelah Bashiroh dan Dlomir. “Maa kadzabal fuadu maa
ra-aa”, Fuad adalah hakim yang selalu jujur, tidak bisa disuap. Saat
dirimu salah, hakim di dunia mungkin saja bisa membenarkanmu, tetapi fuadmu
akan selalu mengatakan bahwa kamu salah. Kelak akan Bapak jelaskan
lapisan-lapisan hati ini kepadamu.
Bapak
dan Ibumu selalu mengharapkan kamu dan kakakmu menjadi seorang salik yang
penuh cinta, penuh kelembutan di dalam hati. Kami akan selalu menemani kalian
dalam perjalanan sunyi di dunia yang penuh hingar bingar ini. Tentu, Tuhanmu
telah menyiapkan semestamu. Dia telah menghitung beban demi beban setiap garis
yang akan kamu lalui. Tempuhlah rute yang telah disiapkan, dan biarkan kami
menemani suka dukamu dalam menghadapi zaman. Jadilah pecinta di jalanmu, Nak.
Hanin,
anakku, Ibumu sering menyebutmu wonder girl karena karaktermu. Kamu
adalah sumber kekuatannya semenjak di dalam kandungan. Meski kamu lebih senang
bermain sendiri daripada berkumpul dengan teman-temanmu, kelak ijinkanlah
Bapak, Ibu, dan kakakmu ini menjadi kawanmu dalam menempuh jalanmu. Jika kelak kamu
butuh bahu untuk bersandar, akan ku siapkan kedua bahuku untuk membuatmu
nyaman. Jika kamu butuh teman cerita, percayalah, Ibumu adalah pendengar
terbaik segala ceritamu. Kalau kamu ingin tahu siapa yang selalu menyayangimu
saat kecil, selalu ingin memelukmu saat kau tidur, selalu mengecup keningmu, kakakmu
adalah jawaban.
Tumbuhlah dengan penuh cinta dalam menjalani titah Tuhanmu, Nak.
No comments:
Post a Comment