Tuesday 20 June 2017

Hidup Adalah Pendakian


Pada bulan yang mulia ini, rasa-rasanya para pengguna medsos tak juga mengendurkan urat sarafnya. Saling hina-menghina satu sama lain masih tetap berlanjut sebagaimana sebelumnya. Saling caci mencaci juga tak berkurang sedikitpun, masih ada saja hewan-hewan berkeliaran di medsos.

Dulu, saat trayek saya masih sebatas kamar pesantren – masjid – toilet, rasanya hidup tak serumit sekarang ini. Meski doktrin Al-Qur’an dan Hadits hampir tiap hari masuk di telinga saya, tak pernah sekalipun Kiai saya memberikan contact person makelar surga. “Surga dan neraka adalah makhluk, sama seperti kita”, kata Kiai saya.

Kalau boleh saya memberikan analogi, hidup adalah mendaki gunung. Dari kaki gunung, tujuan pendakian kita adalah puncak gunung. Meski puncak gunung hanya ada satu, tetapi untuk menujunya, tak bisa dipungkiri, ada banyak jalan. Kita bisa terus yakin bahwa jalur kita adalah jalur yang benar, tapi kita tidak bisa menyalahkan saudara-saudara kita yang mendaki lewat jalur lain. Kenapa? Karena kita hanya sebatas membawa keyakinan masing-masing. Kita belum memastikan sendiri bahwa jalur yang kita lalui memang benar jalur yang mengantarkan kita pada puncak gunung.

Kelak, saat kita memang sudah sampai di puncak gunung, dan memastikan sendiri bahwa saudara kita yang mendaki dari jalur lain memang tidak sampai di puncak, silakan, silakan saling caci sepuas-puasnya di akun medsos masing-masing.

“Kalau surga dan neraka adalah makhluk, sama dengan kita, lantas apa yang seharusnya menjadi tujuan kita?”, tanya Kiai saya pada para santri.

“Tujuan hidup kita adalah dzat yang mencipta surga dan neraka itu, yaitu dzat yang juga mencipta kita semua”, jawab Kiai pada pertanyaannya sendiri.

Poro rawuh sedoyo, menjalani agama itu tak serumit segala sesuatu pascapilkada DKI. Apa yang menjadi keyakinanmu jalanilah dengan sebenar-benarnya keyakinan, tanpa harus memandang hina orang lain yang tak sekeyakinan denganmu. Kalau kita mengakui bahwa Tuhan itu hanya satu, kenapa kita susah mengakui bahwa saudara-saudara kita itu juga ciptaan dari Tuhan yang menciptakan kita.

Singkatnyamari kita sama-sama mendaki gunung melalui jalur yang kita yakini benar, tanpa harus mencaci saudara kita yang mendaki melalui jalur lain yang tentunya juga meyakini jalur mereka benar, sama seperti kita. Tak percaya?, tanyakan pada diri kalian sendiri, kalian juga yakin sekali kalau kalian ganteng sama seperti saya.

Terakhir, harapan kita semua, semoga kita bertemu dengan semua saudara kita di perempatan jalan dan bersama-sama mendaki menuju puncak gunung. Kita bersama-sama menuju Tuhan.

No comments:

Post a Comment

Bagikan Halaman Ini

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More