Semenjak hari pernikahanku dan istri, hari-hari berjalan sebagaimana seharusnya berjalan. Segalanya berjalan seperti angin yang setiap saat memang harus bergerak menuruti titah Tuhannya. Bahkan untuk sekedar memikirkan merencanakan segala sesuatunya setelah pernikahan saja, kami belum melakukannya. Hingga tiba pada saatnya aku harus mengikuti arah angin ke ibukota.
Ini adalah perantauan kedua dari kota yang telah menempa hidupku. Namun, kali ini berbeda, jasadku telah menjadi dua. Aku harus memikirkan keduanya.
Hari demi hari ku jalani biasa saja, sama seperti sebelum menikah. Hanya satu yang berbeda: istriku. Istriku adalah aku dalam wujud yang lain. Istriku penuh perencanaan. Dia terbiasa mencatat daftar kegiatan apa saja yang harus dilakukannya. Sama sekali berbeda denganku. Namun, aku tahu, dia memang dikirim Tuhannya untuk melengkapi segala yang tak ada padaku.